Jakarta, Kompas
Pergerakan paling dinamis terjadi di antara partai-partai politik yang berniat membangun koalisi besar. Meski demikian, sampai Rabu tengah malam, belum terjadi perkembangan signifikan tentang masa depan koalisi besar tersebut.
Persoalan utama tentu saja menyangkut siapa yang akan menjadi calon presiden dan siapa yang akan menjadi calon wapres karena sebagian besar parpol yang ”tergabung” di situ, seperti Partai Golkar, PDI-P, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, memiliki capres sendiri.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, semalam, menyatakan optimismenya bahwa koalisi besar itu pada akhirnya hanya akan mengusung satu pasangan capres dan cawapres. Terkait dengan itu, ia berharap terjadi kompromi di antara partai politik yang akan bergabung dalam koalisi besar.
Namun, lanjutnya, jika satu paket tidak bisa diwujudkan, munculnya dua paket capres dan cawapres pun tidak masalah.
”Itu harapan supaya pilpres cepat selesai dan cukup satu
Tentang nama pasangannya yang akan menjadi cawapres, yaitu Ketua Umum DPP Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto, Kalla mengaku belum waktunya disampaikan. ”Memang itu masih terus dirundingkan dan pada saat finalnya baru akan dideklarasikan kepada publik,” ujar Kalla yang menegaskan dirinya hanya mau menjadi capres dan bukan sebagai cawapres.
Sumber Kompas menyebutkan, Rabu tengah malam, Kalla bertemu Wiranto di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Pagi harinya, Kalla juga bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali di Istana Wapres. Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun Partai Golkar dan PDI-P dengan melibatkan PPP dan partai lain sangat positif untuk membentuk pemerintahan dan DPR yang kuat serta stabil.
Oleh sebab itu, PPP akan mempelajari tawaran itu dengan membentuk tim kecil yang
Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun sebenarnya sama dengan koalisi golden triangle yang pernah digagas PPP setelah bertemu Partai Golkar dan PDI-P sebelum pelaksanaan pemilu.
Di tempat terpisah, Sekjen Partai Golkar Soemarsono menegaskan, koalisi besar yang
Di tengah upaya Partai Golkar mewujudkan koalisi, pembangkangan di tubuh partai itu terus berlangsung. Penolakan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota Partai Golkar terhadap keputusan rapat pimpinan nasional khusus yang menetapkan Kalla sebagai capres semakin menguat.
Sampai kemarin, surat pernyataan sikap sudah ditandatangani 34 DPD II. Surat itu intinya menegaskan bahwa penetapan Kalla sebagai capres tidak bersandar pada realitas perolehan dukungan suara.
DPD II mendesak agar rapimnasus berikutnya mengajukan tujuh nama yang sudah lolos mekanisme penjaringan DPD I dan DPD II sebagai calon wapres untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Sultan HB X, Surya Paloh, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan Fadel Muhammad.
Seorang anggota DPR dari
Secara terpisah, anggota Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menyebutkan, rancangan kontrak politik yang disampaikan Tim 5 PKS direspons dengan baik oleh Tim 9 Partai Demokrat. Rancangan itu dinilai memiliki banyak kesamaan dengan garis kebijakan Partai Demokrat.
Bahkan, menurut Mahfudz, rancangan kontrak politik itu bakal menjadi draf rujukan dengan mitra koalisi lain.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin di Kantor Presiden, menerima Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Ketua Umum Din Syamsuddin. Din menyerukan agar di tengah upaya elite politik membangun koalisi, kebencian atau ketidaksukaan kepada pihak lain tidak dijadikan dasar pembangunan koalisi.
”Luar biasa pergerakan koalisi pilpres dan perubahannya. Sulit bagi pengamat mana pun untuk membuat analisis. Semua cair dan mengalir ke sana kemari,” ujar Din Syamsuddin. (HAR/INU/DIK/SUT)
Cilacap-Kumpulan Artikel, penentuan koalisi partai politik memang bikin publik bingung, dengan manuver-manuver antara elite politik. Pembahasannya bukan bagaimana membangun negeri ini dengan sebuah platform yang jelas, tapi hanya mengarahkan pembagian kekuasaan. Bagaimana negeri ini jika nanti yang terpilih Capres-Cawapres dari dasar pemikiran tersebut. Mau dikemanakan republik tercinta ini. Sejumlah elite partai besar tidak mau berkoalisi jika salah satu kader partai tidak menduduki RI-2 atau sebaliknya. Dan ada juga yang tidak senang dengan Capres yang ada pengin dengan yang lain yang menawarkan lebih. PPP telah mengalami goncangan di tubuh partai itu sendiri, sehingga terjadi perpecahan dan terbentuk dua kubu yaitu Suryadharma Ali (Ketua Umum PPP) dengan Bachtiar Chamsyah (Ketua Majelis Syuro). Semua itu karena kekuasaan yang ingin diperoleh atau posisi jabatan di pemerintahan. Akankah Partai Golkar dan PAN menyusul penggerogotan di tubuh partai tersebut. Bangsa ini perlu pemerintahan yang kuat dan di dukung oleh parlemen yang kuat. Sehingga benar-benar tercipta demokrasi yang benar-benar demokrasi bukan democrazy.
Simak 3 surat kabar ternama dalam menampilkan tajuk berita seputar koalisi.
Kompas menampilkan tajuk berita Golkar Terus Digoyang, Kalla Makin Terjepit. Setelah memutuskan berhenti komunikasi antara elite PD dan Partai Golkar beberapa waktu lalu, dikarenakan Partai Golkar tidak sanggup syarat yang diajukan oleh Partai Golkar untuk mengajukan lebih dari satu nama Cawapres. Setelah mengetahui pertemuan itu tidak memenuhi titik temu, maka Partai Golkar memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan secara sepihak. Sehari setelah itu, Kalla langsung memimpin Rapimnasus pada hari kamis 23 April 2009 dan memutuskan mengusung Jusuf Kalla (JK) sebagai Calon Presiden. Senin (27/4) sebanyak 25 ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I Partai Golkar, dalam surat tertulis, meminta Jusuf Kalla mengajukan enam nama kader Partai Golkar sebagai calon wakil presiden yang akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Enam nama yang diajukan sebagai calon wapres adalah Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tandjung, Sultan Hamengku Buwono X, Fadel Muhammad, dan Surya Paloh. (Kompas, Selasa, 28 April 2009 | 03:01 WIB). Selengkapnya baca di http://cetak.kompas.com.
Sindo mengusung topik PAN Belum Tentukan Arah Koalisi. Sebagai mana kita tahu pada seminggu yang lalu antara Amin Rais (Ketua MPP PAN) bersitegang dengan Soetrisno Bachir (Ketua Umum PAN). Amin Rais menginginkan berkoalisi dengan Partai Demokrat sedangkan Soetrisno sudah membicarakan arah koalisi dengan Prabowo (Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra). Sebenarnya sikap Soetrisno realistis sebagai Ketua Umum untuk mengadakan komunikasi penjajakan dengan sejumlah elite partai politik lain, dalam rangka mencari persamaan visi. Sikap seorang Amin Rais menurut saya terlalu arogan dalam mendikte Soetrisno karena mengharuskan PAN berkoalisi dengan Partai Demokrat.
Senin (27/4) malam Rapat Konsultasi Dewan Pengurus Pusat PAN dan Majelis Penasihat Partai (MPP) PAN tadi malam belum menghasilkan keputusan soal koalisi. PAN baru akan menyampaikan sikap resmi seusai rakernas yang akan diadakan 2 Mei mendatang.
Namun, muncul isyarat PAN akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. “Sebenarnya keputusan sudah lebih mengerucut seperti apa kata Pak Amien (Ketua MPP PAN Amien Rais). Bagaimanapun Pak Amien tokoh sentral. Hanya saja ini perlu disahkan dalam rakernas tanggal 2 Mei 2009,” kata anggota Fraksi PAN Dradjad Wibowo seusai rapat konsultasi di Rumah PAN. (Sindo,Tuesday, 28 April 2009). Selengkapnya baca di http://www.seputar-indonesia.com/cetak.
Baca juga di http://www.suaramerdeka.com/smcetak, menampilkan di berita utama dengan judul Terbuka, Rujuk SBY-JK. Berita yang ditampilkan masih sama dengan dua surat kabar diatas. Seputar konsistensi Golkar untuk maju mencalonkan JK menjadi Capres mendapatkan pertentangan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Ketua DPP Partai Golkar, Muladi, juga menilai koalisi dengan PD masih sangat memungkinkan. Hal ini karena sesunguhnya mayoritas pengurus DPD I Golkar menghendaki koalisi Golkar-PD berlanjut. Jika JK tak mau jadi cawapres, Golkar masih punya banyak kader lain.
Menurut Gubernur Lemhannas ini, jika SBY meminta beberapa nama cawapresnya, Golkar akan memberikan dan akan mengusulkan JK di urutan pertama. Namun jika JK menolak, Golkar akan memberikan kepada kader lainnya.( Suara Merdeka, 28 April 2009)