Manuver Meningkat, Koalisi Besar Stagnan

Kamis, 30 April 2009 | 02:52 WIB

Jakarta, Kompas - Manuver partai-partai politik untuk mencari bentuk koalisi yang paling menguntungkan semakin dinamis. Sepanjang Rabu (29/4), sejumlah pertemuan digelar, baik di antara ketua umum parpol maupun antartim pembahas.

Pergerakan paling dinamis terjadi di antara partai-partai politik yang berniat membangun koalisi besar. Meski demikian, sampai Rabu tengah malam, belum terjadi perkembangan signifikan tentang masa depan koalisi besar tersebut.

Persoalan utama tentu saja menyangkut siapa yang akan menjadi calon presiden dan siapa yang akan menjadi calon wapres karena sebagian besar parpol yang ”tergabung” di situ, seperti Partai Golkar, PDI-P, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, memiliki capres sendiri.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, semalam, menyatakan optimismenya bahwa koalisi besar itu pada akhirnya hanya akan mengusung satu pasangan capres dan cawapres. Terkait dengan itu, ia berharap terjadi kompromi di antara partai politik yang akan bergabung dalam koalisi besar.

Namun, lanjutnya, jika satu paket tidak bisa diwujudkan, munculnya dua paket capres dan cawapres pun tidak masalah.

”Itu harapan supaya pilpres cepat selesai dan cukup satu putaran saja. Akan tetapi, itu memang butuh kesepakatan yang harus dirundingkan. Namun, jika tidak bisa satu paket, ya tidak apa-apa,” ujar Kalla.

Tentang nama pasangannya yang akan menjadi cawapres, yaitu Ketua Umum DPP Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto, Kalla mengaku belum waktunya disampaikan. ”Memang itu masih terus dirundingkan dan pada saat finalnya baru akan dideklarasikan kepada publik,” ujar Kalla yang menegaskan dirinya hanya mau menjadi capres dan bukan sebagai cawapres.

Sumber Kompas menyebutkan, Rabu tengah malam, Kalla bertemu Wiranto di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.

Pagi harinya, Kalla juga bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali di Istana Wapres. Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun Partai Golkar dan PDI-P dengan melibatkan PPP dan partai lain sangat positif untuk membentuk pemerintahan dan DPR yang kuat serta stabil.

Oleh sebab itu, PPP akan mempelajari tawaran itu dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari tiga hingga lima orang.

Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun sebenarnya sama dengan koalisi golden triangle yang pernah digagas PPP setelah bertemu Partai Golkar dan PDI-P sebelum pelaksanaan pemilu.

Di tempat terpisah, Sekjen Partai Golkar Soemarsono menegaskan, koalisi besar yang akan dibangun Golkar dan PDI-P bukan untuk melawan Susilo Bambang Yudhoyono. ”Seolah-olah koalisi besar itu didirikan untuk melawan SBY, padahal tidak sama sekali dan tidak benar. Akan tetapi, untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil,” kata Soemarsono.

Tiga ”A”

Di tengah upaya Partai Golkar mewujudkan koalisi, pembangkangan di tubuh partai itu terus berlangsung. Penolakan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota Partai Golkar terhadap keputusan rapat pimpinan nasional khusus yang menetapkan Kalla sebagai capres semakin menguat.

Sampai kemarin, surat pernyataan sikap sudah ditandatangani 34 DPD II. Surat itu intinya menegaskan bahwa penetapan Kalla sebagai capres tidak bersandar pada realitas perolehan dukungan suara.

DPD II mendesak agar rapimnasus berikutnya mengajukan tujuh nama yang sudah lolos mekanisme penjaringan DPD I dan DPD II sebagai calon wapres untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Sultan HB X, Surya Paloh, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan Fadel Muhammad.

Seorang anggota DPR dari Partai Golkar yang tidak bersedia disebutkan namanya yakin pada akhirnya dari tujuh nama itu yang akan dipertimbangkan Yudhoyono hanya ”tiga A”, yaitu Aburizal Bakrie, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung.

Kontrak politik PKS

Secara terpisah, anggota Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menyebutkan, rancangan kontrak politik yang disampaikan Tim 5 PKS direspons dengan baik oleh Tim 9 Partai Demokrat. Rancangan itu dinilai memiliki banyak kesamaan dengan garis kebijakan Partai Demokrat.

Bahkan, menurut Mahfudz, rancangan kontrak politik itu bakal menjadi draf rujukan dengan mitra koalisi lain.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin di Kantor Presiden, menerima Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Ketua Umum Din Syamsuddin. Din menyerukan agar di tengah upaya elite politik membangun koalisi, kebencian atau ketidaksukaan kepada pihak lain tidak dijadikan dasar pembangunan koalisi.

”Luar biasa pergerakan koalisi pilpres dan perubahannya. Sulit bagi pengamat mana pun untuk membuat analisis. Semua cair dan mengalir ke sana kemari,” ujar Din Syamsuddin. (HAR/INU/DIK/SUT)

Read On 0 komentar

Virus Koalisi Mulai Menyerang Beberapa Partai Politik

Cilacap-Kumpulan Artikel, penentuan koalisi partai politik memang bikin publik bingung, dengan manuver-manuver antara elite politik. Pembahasannya bukan bagaimana membangun negeri ini dengan sebuah platform yang jelas, tapi hanya mengarahkan pembagian kekuasaan. Bagaimana negeri ini jika nanti yang terpilih Capres-Cawapres dari dasar pemikiran tersebut. Mau dikemanakan republik tercinta ini. Sejumlah elite partai besar tidak mau berkoalisi jika salah satu kader partai tidak menduduki RI-2 atau sebaliknya. Dan ada juga yang tidak senang dengan Capres yang ada pengin dengan yang lain yang menawarkan lebih. PPP telah mengalami goncangan di tubuh partai itu sendiri, sehingga terjadi perpecahan dan terbentuk dua kubu yaitu Suryadharma Ali (Ketua Umum PPP) dengan Bachtiar Chamsyah (Ketua Majelis Syuro). Semua itu karena kekuasaan yang ingin diperoleh atau posisi jabatan di pemerintahan. Akankah Partai Golkar dan PAN menyusul penggerogotan di tubuh partai tersebut. Bangsa ini perlu pemerintahan yang kuat dan di dukung oleh parlemen yang kuat. Sehingga benar-benar tercipta demokrasi yang benar-benar demokrasi bukan democrazy.

Simak 3 surat kabar ternama dalam menampilkan tajuk berita seputar koalisi.

Kompas menampilkan tajuk berita Golkar Terus Digoyang, Kalla Makin Terjepit. Setelah memutuskan berhenti komunikasi antara elite PD dan Partai Golkar beberapa waktu lalu, dikarenakan Partai Golkar tidak sanggup syarat yang diajukan oleh Partai Golkar untuk mengajukan lebih dari satu nama Cawapres. Setelah mengetahui pertemuan itu tidak memenuhi titik temu, maka Partai Golkar memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan secara sepihak. Sehari setelah itu, Kalla langsung memimpin Rapimnasus pada hari kamis 23 April 2009 dan memutuskan mengusung Jusuf Kalla (JK) sebagai Calon Presiden. Senin (27/4) sebanyak 25 ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I Partai Golkar, dalam surat tertulis, meminta Jusuf Kalla mengajukan enam nama kader Partai Golkar sebagai calon wakil presiden yang akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Enam nama yang diajukan sebagai calon wapres adalah Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tandjung, Sultan Hamengku Buwono X, Fadel Muhammad, dan Surya Paloh. (Kompas, Selasa, 28 April 2009 | 03:01 WIB). Selengkapnya baca di http://cetak.kompas.com.

Sindo mengusung topik PAN Belum Tentukan Arah Koalisi. Sebagai mana kita tahu pada seminggu yang lalu antara Amin Rais (Ketua MPP PAN) bersitegang dengan Soetrisno Bachir (Ketua Umum PAN). Amin Rais menginginkan berkoalisi dengan Partai Demokrat sedangkan Soetrisno sudah membicarakan arah koalisi dengan Prabowo (Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra). Sebenarnya sikap Soetrisno realistis sebagai Ketua Umum untuk mengadakan komunikasi penjajakan dengan sejumlah elite partai politik lain, dalam rangka mencari persamaan visi. Sikap seorang Amin Rais menurut saya terlalu arogan dalam mendikte Soetrisno karena mengharuskan PAN berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Senin (27/4) malam Rapat Konsultasi Dewan Pengurus Pusat PAN dan Majelis Penasihat Partai (MPP) PAN tadi malam belum menghasilkan keputusan soal koalisi. PAN baru akan menyampaikan sikap resmi seusai rakernas yang akan diadakan 2 Mei mendatang.
Namun, muncul isyarat PAN akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. “Sebenarnya keputusan sudah lebih mengerucut seperti apa kata Pak Amien (Ketua MPP PAN Amien Rais). Bagaimanapun Pak Amien tokoh sentral. Hanya saja ini perlu disahkan dalam rakernas tanggal 2 Mei 2009,” kata anggota Fraksi PAN Dradjad Wibowo seusai rapat konsultasi di Rumah PAN. (Sindo,Tuesday, 28 April 2009). Selengkapnya baca di http://www.seputar-indonesia.com/cetak.

Baca juga di http://www.suaramerdeka.com/smcetak, menampilkan di berita utama dengan judul Terbuka, Rujuk SBY-JK. Berita yang ditampilkan masih sama dengan dua surat kabar diatas. Seputar konsistensi Golkar untuk maju mencalonkan JK menjadi Capres mendapatkan pertentangan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Ketua DPP Partai Golkar, Muladi, juga menilai koalisi dengan PD masih sangat memungkinkan. Hal ini karena sesunguhnya mayoritas pengurus DPD I Golkar menghendaki koalisi Golkar-PD berlanjut. Jika JK tak mau jadi cawapres, Golkar masih punya banyak kader lain.
Menurut Gubernur Lemhannas ini, jika SBY meminta beberapa nama cawapresnya, Golkar akan memberikan dan akan mengusulkan JK di urutan pertama. Namun jika JK menolak, Golkar akan memberikan kepada kader lainnya.( Suara Merdeka, 28 April 2009)

Read On 0 komentar

PD Yang Semakin PeDe

Kumpulan artikel-Partai Demokrat (PD) sudah yakin dengan perolehan suara yang diperoleh dalam pemilihan umum legislatif. Boleh dikatakan PD (Partai Demokrat-red) semakin PD (percaya diri-red) menghadapi pemilu presiden. Karena sampai hari ini perolehan suara sementara berdasarkan pusat tabulasi nasional PD masih memimpin dengan perolehan 20,644% atau sekitar 3,030,326 dari 14,678,745 (75,992 TPS) suara yang masuk ke KPU. Di urutan kedua di tempati parta GOLKAR dengan 14,635 % dan PDIP di urutan ketiga dengan 14,087 %. Perolehan suara PD sangat fantastis sekali karena partai ini yang masih tergolong muda, dan lahir dari proses reformasi di republik ini. Tapi kalau kita cermati sebenarnya suara partai demokrat ini cenderung melihat sosok figur seorang SBY, dimana masyarakat menginginkan bahwa pemerintahan dilanjutkan jangan lima tahun sekali ganti presiden. Penilaian masyarakat ini memeng wajar karena dari dulu pemilu selalu dimenagkan oleh partai kuning atau partai merah. Apalagi syarat dari partai untuk dapat mengajukan calon presiden adalah partai harus memperoleh 20 % suara atau 25 % kursi DPR.
Jika kita menengok sejarah pemilu 2004 perolehan suara PD sekitar 8,3 %, hal ini mungkin mengkhawatirkan. Strategi PD dalam iklan kampanyenya cukup berhasil dengan slogan "Lanjutkan", mampu mendongkrak suara yang sangat fantastis. Dengan perolehan suara sementara partai-partai pesaing mulai tidak senang dari fakta tersebut. Sehingga beberapa tokoh partai berkumpul di zona merah untuk membicarakan bahwa pemilu legislatif penuh dengan kecurangan. DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang kacau, malah mereka menyebutkan ada sekitar 50 juta penduduk indonesia yang dikebiri hak pilihnya.
Seharusnya mereka berkaca, memang DPT sudah kacau sebelum pemilu dilaksanakan. Bahkan dimedia televisi diberitakan sampai seminggu menjadi wacana. Apakah karena DPT itu mereka berkurang suaranya. Dari pantauan pada saat pemilu legislatif berlangsung berdasarkan berhitungan yang hadir menggunakan hak pilihnya sekitar 60 % dari daftar DPT, 30 % tidak sendiri tidak menggunakan hak pilih karena merantau,golput, dan 10 % surat suara tidak sah. Ini adalah fakta dilapangan. Masyarakat yang merantau tidak menggunakan hak pilih dikarenakan ongkos biaya,dan juga sekarang mereka tahu bahwa menggunakan hak pilih belum tentu merubah nasibnya. Sedangkan yang golput berpendapat bahwa proses demokrasi sudah tidak bagus, karena calon legislatifnya tidak ada yang mempunyai track record membela nasib masyarakat.
Marilah kita sama-sama terima hasil pemilu legislatif ini, walaupun sudah habis banyak biaya, tenaga untuk memenangkan pemilu ini. Ambil sebagai pelajaran, jangan cuman bisa menyalahkan, menghujat KPU,Pemerintah dan sebagainya. Memang pemilu kali ini pemilu yang ruwet, partainya banyak. Sampai-sampai para KPPS membuat laporan banyak yang salah, malah ada yang menghitung ulang dan selesai pelaporan jam 5 pagi. Sudah dibanyangkan bagaimana keakuratan data pelaporan, tenaga yang lelah, capai, mata ngantuk, di kejar target. Padahal anggarannya tidak mencukupi sampai waktu segitu. Berbahagialah yang tidak ikut menjadi KPPS, PPS, PPK, dan KPU.
Read On 0 komentar

Wakil Presiden itu Bagaimana...?

Kumpulan artikel-Dari beberapa 3 surat kabar ternama di negeri ini menampilkan beberapa elite politik saling berkunjung atau bersilaturahmi dalam rangka penjajakan koalisi untuk menghadapi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden(PilPres) yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 2009 ini. Padahal perhitungan di tabulasi nasional atau KPU belum mencapai final. Mereka sudah ancang-ancang terlebih dahulu,melihat prosentasi perolehan suara yang di miliki mereka yakin dengan perolehan tersebut.
Yang menjadi disayangkan adalah sikap politik Golkar yang diambang-ambang keraguan antara maju sendiri dan bergabung dengan demokrat dengan Harapan mendapatkan jatah kursi Wakil Presiden. Dengan calon JK. Padahal kita sebagai nmasyarakat tahu, bahwa selama lima tahun ini seolah-olah ada dualisme kepemimpinan. Padahal yang namanya Wakil Presiden adalah pembantu Presiden. Tapi Wakil Presiden kita pada 5 tahun ini menjadi penentu kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan Wakil Presidden kita adalah Ketua Umum sebuah partai Politik, di mana partai tersebut adalah pemegang kursi terbanyak di DPR.
Melihat dari itu secara prinsip kita mengharapkan Wakil Presiden kita nantinya adalah jangan Ketua Umum sebuah partai Politik. Atau nanti seandainya seorang Ketua Umum, jika terpilih siap mumdur dari Ketua Umum Partai Politik. Hal ini untuk menghindari dualisme kepemimpinan.
Oleh karena itu marilah kita dukung bersama-sama langkah para elite politik dalam penjajakan koalisi.
Read On 0 komentar
 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2008